JAKARTA – Pemberhentian Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asy’ari, oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) baru-baru ini telah menjadi sorotan publik. Pemberhentian tersebut dipicu oleh pelanggaran kode etik berat terkait dugaan tindakan asusila. Kronologi mendetail mengenai tindakan yang melanggar integritas dan etika penyelenggara pemilu tersebut kini beredar luas di berbagai platform media massa.
Kasus ini bermula dari laporan yang diajukan oleh seorang perempuan yang merupakan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN). Berdasarkan hasil persidangan DKPP, terungkap bahwa Hasyim Asy’ari diduga melakukan pendekatan pribadi dan melanggar batas etika sebagai pimpinan KPU. Pelanggaran yang ditemukan oleh DKPP meliputi tindakan yang tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang pejabat publik terhadap bawahan, yang mengarah pada tindakan asusila dan penyalahgunaan jabatan (abuse of power).
DKPP menyimpulkan bahwa Hasyim Asy’ari terbukti melanggar prinsip kepatutan, profesionalitas, dan etika penyelenggara pemilu. Tindakan tersebut dinilai merusak martabat dan integritas institusi KPU di mata publik, terutama menjelang tahapan penting pemilu. Oleh karena itu, DKPP menjatuhkan sanksi etik paling berat berupa Pemberhentian Tetap dari jabatan Ketua dan anggota KPU RI. Keputusan ini merupakan penegasan bahwa tidak ada toleransi bagi pelanggaran etika serius, terutama bagi pejabat di lembaga negara yang dituntut menjunjung tinggi netralitas dan integritas.

