JAKARTA, 17 November 2025 – Insiden ledakan yang terjadi di lingkungan Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 72 Jakarta beberapa waktu lalu ternyata membawa dampak tak terduga yang jauh melampaui kerusakan fisik. Setelah proses pemulihan dan penyelidikan berlangsung, sekolah kini menghadapi gelombang permohonan pindah sekolah dari para siswanya.
Berdasarkan laporan yang diperoleh dari sumber Detik, jumlah siswa yang mengajukan surat pindah mencapai angka yang signifikan, mengindikasikan adanya trauma dan kekhawatiran mendalam pasca-kejadian.
Kepala Sekolah SMAN 72 Jakarta, yang enggan disebutkan namanya, membenarkan adanya peningkatan drastis dalam permohonan mutasi siswa. Ia menduga, alasan utama di balik keinginan pindah ini adalah faktor psikologis, yakni rasa trauma dan hilangnya rasa aman di lingkungan sekolah.
“Kami mengakui bahwa banyak orang tua yang khawatir. Mereka tidak ingin anak-anak mereka kembali merasakan ketakutan yang sama. Permohonan pindah sudah kami terima dan sedang diproses sesuai prosedur Dinas Pendidikan,” ujar Kepala Sekolah.
Pihak sekolah dan Dinas Pendidikan setempat telah berupaya keras memberikan layanan konseling dan trauma healing bagi seluruh siswa. Namun, tampaknya upaya tersebut belum sepenuhnya mampu meredam kekhawatiran para orang tua dan siswa.
Menanggapi fenomena ini, Dinas Pendidikan DKI Jakarta menyatakan akan menangani setiap permohonan pindah secara bijaksana. Pihak Dinas menekankan bahwa proses perpindahan akan dipermudah, terutama jika alasan utamanya adalah dampak psikologis dari bencana.
“Kami memprioritaskan kondisi mental dan rasa aman siswa. Jika memang perpindahan sekolah menjadi solusi terbaik untuk pemulihan psikologis mereka, kami akan memfasilitasinya. Kami juga sedang mengevaluasi langkah-langkah pengamanan di sekolah pasca-kejadian untuk mengembalikan kepercayaan publik,” jelas juru bicara Dinas Pendidikan.
Meskipun sekolah berjanji akan memperkuat sistem keamanan dan memastikan lingkungan belajar kembali normal, dampak emosional dari ledakan tersebut tampaknya membutuhkan waktu pemulihan yang lebih lama, memicu eksodus siswa sebagai respons tak terhindarkan.

