Komnas HAM Temukan 5 Ketentuan KUHAP Baru Berpotensi Langgar HAM

JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan lima ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru yang dinilai berpotensi melanggar HAM (Hak Asasi Manusia). Temuan ini disampaikan Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, pada Sabtu (22/11/2025), setelah RUU KUHAP disahkan DPR.

Berikut adalah 5 poin krusial yang disoroti Komnas HAM:


1. Kewenangan Penyelidikan dan Penyidikan (Upaya Paksa)

 

  • Sorotan: Ketentuan mengenai kewenangan penggunaan upaya paksa dalam penyelidikan dan penyidikan.

  • Risiko: Potensi penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran HAM terhadap saksi, tersangka, atau korban jika tidak disertai peningkatan kualitas serta mekanisme pengawasan internal dan eksternal yang ketat.

2. Penggunaan Upaya Paksa (Penangkapan, Penahanan, dsb.)

 

  • Sorotan: Kebijakan penggunaan kewenangan upaya paksa secara umum (penangkapan, penahanan, penetapan tersangka, penggeledahan, pemeriksaan, dan penyadapan).

  • Saran: Kewenangan harus digunakan secara ketat, dengan indikator yang jelas dan terukur, serta membuka peluang keberatan bagi pihak yang dirugikan melalui institusi terkait atau lembaga peradilan.

3. Mekanisme Praperadilan (Hanya Aspek Formil)

 

  • Sorotan: Ketentuan praperadilan yang hanya memeriksa aspek formil atau administratif, bukan aspek materiil (substansi).

  • Kritik: Mekanisme praperadilan yang diatur dalam KUHAP baru belum mencerminkan keresahan publik karena tidak mampu mengontrol kualitas penegakan hukum. Misalnya, hakim praperadilan tidak mempertimbangkan adanya intimidasi, kekerasan, atau penyiksaan dalam pemeriksaan.

4. Frasa “Segala Sesuatu yang Diperoleh Secara Legal” sebagai Alat Bukti

 

  • Sorotan: Ketentuan yang mencantumkan frasa “segala sesuatu yang diperoleh secara legal” sebagai alat bukti.

  • Risiko: Frasa tersebut dinilai terlalu luas dan multitafsir, berisiko menimbulkan penyalahgunaan bukti ilegal, seperti hasil penyadapan yang tidak sah atau bukti yang diperoleh melalui penyiksaan.

  • Tuntutan: Perlu adanya penegasan sanksi terhadap bukti yang diperoleh secara ilegal dan membuka kemungkinan pembentukan mekanisme pengujian admisibilitas (kelaikan) alat bukti.

5. Aturan Koneksitas (Perkara Militer dan Sipil)

 

  • Sorotan: Belum adanya ketentuan yang jelas mengenai aturan koneksitas untuk perkara pidana yang melibatkan anggota militer dan sipil secara bersamaan.

  • Masalah: Penentuan yurisdiksi dengan konsep ‘titik berat kerugian’ dianggap tidak tegas.

  • Saran: Diperlukan aturan yang lebih rinci dan transparan dalam menentukan di mana suatu perkara harus diadili (Peradilan Umum atau Militer).


Sikap dan Tuntutan Komnas HAM:

Komnas HAM menghormati pengesahan KUHAP baru oleh DPR, namun juga menuntut beberapa hal, di antaranya:

  • Meminta salinan resmi RKUHAP yang disahkan.

  • Meminta Pemerintah dan DPR menghormati hak konstitusional warga negara dan organisasi masyarakat sipil yang akan mengajukan Judicial Review (Uji Materi) atas KUHAP.

  • Meminta Pemerintah membuka ruang partisipasi publik yang bermakna dalam pembentukan peraturan pelaksana KUHAP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *